Umumnya luasan dari suatu lahan agroforestri mengalami penurunan, sama halnya dengan luasan tutupan hutan baik hutan primer, hutan sekunder dan hutan untuk kebutuhan industri. Di lain pihak luasan tutupan lahan perkebunan semakin meningkat dari waktu ke waktu. ICRAF (2011) menyatakan bahwa dalam waktu 20 tahun (1990-2010) terjadi penurunan luasan hutan primer (undisturbed forest) sebesar 50%. Sementara itu luasan hutan sekunder (logged over forest) dan hutan industri (timber plantation) semakin meningkat mencapai 50% dan 75%. Dari hasil perhitungan ini, nampak bahwa laju deforestasi mendekati angka 1,8 juta ha/tahun, 1,20 juta ha/tahun, 0,85 juta ha/tahun masing-masing untuk tahun 1990-2000, 2000-2005 dan 2005-2010. Angka-angka ini mengakibatkan tingkat emisi nasional semakin besar yang disebabkan karena angka deforestasi atau yang semakin tinggi. Negara-negara berkembang berusaha keras untuk mempertahankan keutuhan hutannya agar dapat menekan emisinyadan meningkatkan cadangan karbon di luar kawasan hutan melalui sistem agroforestri. Agroforestri tersusun dari bermacam-macam jenis pohon dan tanaman bawah yang bervariasi umumnya, sehingga sistem ini relatif lebih aman dari resiko gagal panen dan lebih stabil terhadap goncangan pasar dan akibat perubahan iklim (Budidarsono et al, 2006; van Noordwijk et al, 2011). Selanjutnya agroforestri memberikan tawaran untuk mitigasi akumulasi GRK di atmosfer (IPCC, 2000), karena pohon yang ditanam petani memberikan manfaat secara ekonomi dan kadang-kadang memberikan nilai ekologi. Gas CO2 sebagai salah satu penyusun GRK terbesar di udara diserap pohon dan tumbuhan bawah untuk fotosintesis, dan ditimbunnya sebagai C-organik (karbohidrat) dalam tubuh tanaman (biomassa) dan tanah (bahan organik tanah) dalam waktu yang lama, hingga mencapai 30-50 tahun. Selama tidak ada pembakaran di lahan, emisi gas karbon dioksida (CO2) ke atmosfer dapat ditekan.
Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau kecil memiliki sistem agroforestri dalam pengelolaan lahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pulau sebagai suatu sistem pertanian yang telah turun temurun sangat membutuhkan SDM yang memiliki pengetahuan kehutanan dan agroforestri (agroforester). Di lain pihak perencanaan pembangunan daerah yang rendah emisi juga dapat dipertimbangkan sebagai aspek politis yang dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat pulau.
Sebagai gambaran terminologi dijelaskan bahwa adaptasi merupakan cara/upaya dalam menghadapi efek dari perubahan iklim, dengan melakukan penyesuaian yang tepat dengan melakukan upaya untuk mengurangi pengaruh merugikan dari perubahan iklim, atau memanfaatkan pengaruh positifnya (Nair, 2011). Sedangkan mitigasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyebab terjadinya perubahan iklim, yaitu dengan menyerap CO2 di udara dan menyimpannya dalam tanaman dan tanah baik dalam ekosistem hutan maupun pertanian dalam jangka waktu yang lama.
Selanjutnya pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari sub tema ini adalah:
- Bagaimanakah upaya-upaya yang tepat untuk mendorong pembangunan rendah emisi?
- Berapa besar sumbangan agroforestridalam menekan tingkat emisi?
Cara/upaya adaptasi dan mitigasi seperti apa yang dapat dibangun untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim?