Latar Belakang

PEKAN AGROFORESTRI

Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang diyakini dapat menjadi solusi mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih guna lahan yang mensinergiskan kekuatan kepentingan ekonomi dan sekaligus ekologi sehingga mempunyai nilai keberlanjutan yang tinggi. Agroforestri di Indonesia dikenal sebagai ilmu baru tetapi praktik lama. Hal ini dikarenakan sudah ratusan tahun agroforestri dipraktikkan namun baru sekitar tahun 1970-an dikembangkan sebagai suatu ilmu. Praktik agroforestri telah dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia, dengan berbagai karakteristik dan ciri khas masing-masing. Sistem usaha tani ini di Indonesia dikenal dengan berbagai model dan nama lokal, seperti “parak” di Maninjau, Sumatera Barat; “pelak” di Kerinci, Jambi; “repong damar” di daerah Krui, Lampung; “tembawang” di Kalimantan Barat; “talun” atau “dudukuhan” di Jawa Barat; “wono” dan “kitren” di Jawa Tengah; “tenganan” di Bali dan“amarasi” di wilayah Nusa Tenggara Timur (de Foresta et al., 2000; Sardjonoet al., 2003).

Berdasarkan komponen-komponen penyusunnya, berbagai bentuk agroforestri dapat dijumpai, yaitu agroforestri di lahan kering (agrosilviculture), wanamina (silvofishery), wanahijauan pakan ternak (silvopasture), budidaya perlebahan (apiculture), budidaya persuteraan alam (sericulture), dan budidaya tanaman obat-obatan di bawah tegakan hutan (wanafarma). Hal ini menunjukkan bahwa sistem ini bukan hanya menjadi domain sektor kehutanan. Agroforestri merupakan bagian dari program pembangunan pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, serta kesehatan. Bahkan agroforestri merupakan program yang melibatkan sektor hulu hingga hilir, sehingga terkait pula dengan sektor perindustrian dan perdagangan.

Sebagai suatu sistem pemanfaatan lahan yang berkembang dari berbagai kearifan lokal masyarakat di Indonesia, agroforestri diyakini dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dengan memberikan peluang tenaga kerja (pro job), meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin(pro poor), meningkatkan ekonomi lokal (pro growth), serta ketahanan lingkungan (pro environment). Oleh karena itu keberadaan agroforestri sebagai kearifan lokal masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan agar semakin memberi kontribusi dan menjadi bagian yang terpadu dalam sistem pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Perkembangan agroforestri di Indonesia didukung adanya komitmen dari beberapa instansi pemerintah maupun institusi pendidikan di antaranya Masyarakat Agroforestri Indonesia (MAFI), Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPTA) Kementerian Kehutanan, Indonesian Networks for Agroforestry Education (INAFE), dan World Agroforestry Centre (ICRAF) yang merupakan empat pilar penggiat agroforestri. World Congress on Agroforestry yang baru saja diselenggarakan di India pada bulan Februari 2014 menghasilkan komitmen masyarakat dunia untuk mempercepat peran agroforestri dalam pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, regional, dan global. Sebagai bentuk komitmen masyarakat Indonesia untuk mempercepat peran agroforestri di tingkat nasional, maka keempat pilar penggiat agroforestri tersebut menyelenggarakan kegiatan Pekan Nasional Agroforestri tahun 2014.

 

SEMINAR AGROFORTESTRI KE-5

Lanskap merupakan bentang alam yang di dalamnya terdapat rantai jaringan dan interaksiantara aspek ekologis, ekonomi,dan sumberdaya manusia. Sejalan dengan meningkatnya jumlah manusia yang ada di dunia maka akan meningkatkan pula kebutuhan akan sumberdaya alam yang diperlukan manusiatermasuk juga ruang kehidupan.Masalah degradasi lanskapyang diakibatkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihandan masalah ketersediaan dan kebutuhan sumber daya alam bagi manusia yang ada di dunia merupakan persoalan yang sangat mendasar. Oleh karena itu diperlukan suatu langkah untuk penataan lanskap sesuai dengan karakteristik fisik, ekologi serta sosial budaya yang ada.

Pendekatan lanskap bermanfaat untuk menyediakan suatu framework yang dapat mengintgrasikan dan mengkolaborasikan secara lengkap berbagai sektor berbasiskan lahan mulai dari sektor kehutanan, pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan dan pemanfaatan lahan perkotaan kedalam agenda pembangunan yang berkelanjutan.

Penerapan pola pertanian yang sesuai untuk wilayah kepulauan diharapkan mempertimbangkan faktor ekosistem dari wilayah bersangkutan, sehingga dapat mengembangkan suatu model dengan pola yang berkelanjutan. Terbatasnya lahan datar dengan kondisi kepulauan yang terisolasi satu dengan yang lain memberi peluang untuk mengembangkan pola pertanian lahan kering dengan komoditi unggulan yang kompetitif.

Agroekosistem lahan kering di wilayah kepulauan membutuhkan beragam produk biomassa perennial dan keanekaragaman fungsi merupakan kunci untuk melindungi dan mengembangkan sistem pertanian, agroekosistem yang secara ideal mendekati ekosistem klimaks bagi daerah tersebut. Berdasarkan agroekosistem pulau, maka sistem pertanian yang dikembangkan adalah sistem agroforestri atau sistem tanam ganda (multiple cropping) tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan, yang mengkombinasikan tanaman industri unggulan dengan tanaman rempah-rempah lain di bawah tegakan (R. Oszaer, 2012).

Disisi lain, pengelolaan hutan di Indonesia juga diperhadapkan pada perubahan iklim yang melanda dunia (global warming). Hutan di Indonesia sebagai hutan tropis kedua terbesar setelah Brazil dilaporkan menyumbang emisi ketiga terbesar di dunia, sehingga memengaruhi fungsi hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya maupun sebagai stabilitas sistem penyangga lingkungan secara luas.

Agroforestri merupakan sistem multifungsi lanskap yaitu sebagai sumber pendapatan petani, perlindungan tanah dan air di sekitarnya, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, pengendalian emisi karbon, dan mempertahankan nilai estetika lanskap (Young, 1989 dan Hairiah dkk, 2012 dalam Hairiah dan S. Ashari, 2013).

Sistem agroforestri memiliki peran dan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan melalui minimum input dan biaya, mengurangi dampak lingkungan dan menyediakan tambahan keuntungan ekonomi bagi petani. Peran dan fungsi agroforestri tersebut menjadi landasan dalam proses penyusunan pengelolaan lanskap agroforestri baik yang bersifat reaktif maupun strategis di pulau-pulau kecil terutama dalam menghadapi perubahan iklim global.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>